Gelanggang Mahasiswa UGM
Gelanggang Mahasiswa UGM diresmikan pada tanggal 31 Juli 1975 oleh Menteri Dalam Negeri saat itu Letnan Jendral TNI H. Amir Machmud. Gelanggang Mahasiswa UGM kemudian menjadi pusat pergerakan aktivis pada tahun 1970an ketika Dewan Mahasiswa UGM dan Dewan Mahasiswa se-Yogyakarta berkantor di bangunan tersebut [1]. Selanjutnya pada tahun 1980an sampai 1990an, Gelanggang Mahasiswa dipergunakan sebagai sekretariat organ-organ eks Dewan Mahasiswa yang telah berdiri sendiri-sendiri sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa setelah Dewan Mahasiswa (Dema) dibubarkan pada tahun 1978 akibat adanya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) oleh pemerintah saat itu [1] [2]. Gelanggang Mahasiswa kemudian masih digunakan sebagai pusat kegiatan mahasiswa dan sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat universitas hingga tahun 2020. Pada pertengahan tahun 2020 bangunan lama Gelanggang Mahasiswa dibongkar dan lokasinya akan digunakan untuk membangun pusat kegiatan mahasiswa UGM yang baru.
Setelah bubarnya Dewan Mahasiswa pada tahun 1978 akibat diberlakukannya Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK), keorganisasian mahasiswa menjadi terpecah-pecah [3]. Senat Mahasiswa (SEMA) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dibentuk dan dikonsentrasikan di fakultas-fakultas dan bertanggung jawab kepada BKK. SEMA dan BPM kemudian digabungkan dengan BKK untuk membentuk Forum Komunikasi SEMA BPM. Forum tersebut kemudian juga melingkupi UKM, tetapi tidak membawahinya. Forum Komunikasi SEMA BPM kemudian berubah menjadi Senat Mahasiswa (SM) pada tahun 1990 [1] [3]. Melalui Kongres I SM UGM disusunlah AD/ART Keluarga Mahasiswa UGM [1] [2].
Unit Kegiatan Mahasiswa atau UKM sempat menjadi bagian dari struktur organisasi Keluarga Mahasiswa (KM) UGM sejak tahun 1991 ketika KM UGM pertama kali berdiri, hingga tahun 1994 ketika UKM memutuskan untuk keluar dari KM UGM [2] [4]. Peristiwa berpisahnya UKM dari KM UGM didasari oleh permasalahan mengenai proporsi suara antara Senat Mahasiswa (SM) dan UKM. Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan SM dan UKM tidak mencapai kesepakatan pada Kongres IV KM UGM yang dilaksanakan 15-18 Mei 1994. Setelah itu, Panitia Pelaksana Pemilihan Universitas (Panlaklihtas) membentuk “Tim Sepuluh” yang beranggotakan lima wakil UKM dan lima wakil SM untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Tim tersebut mencapai kesepakatan pada 10 Desember 1994 dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU). Poin penting dari MoU tersebut adalah penarikan wakil UKM dari keanggotaan SM UGM dan pembentukan Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (Forkom UKM). MoU tersebut kemudian dibawa ke Kongres IV lanjutan pada 22-23 Desember 1994 yang sudah tidak dihadiri oleh perwakilan UKM. Semenjak tahun 1994 UKM telah melepaskan diri dari struktur organisasi KM UGM.
Referensi
[1] | I. Samariansyah, “Mendirikan Senat Mahasiswa UGM (1990),” 26 Juli 2007. [Online]. Available: http://isandri.blogspot.com/2007/07/menjadi-pemimpin-senat-mahasiswa-ugm.html?m=1. |
[2] | A. R. Mardhatillah, “Transformasi Kelembagaan Keluarga Mahasiswa UGM 1992-2012,” 9 Desember 2012. [Online]. Available: http://umarbanjar.blogspot.com/2012/12/transformasi-kelembagaan-keluarga.html?m=1. |
[3] | BPPM Balairung UGM, “Prelude Konflik KM UGM Terkini,” 18 Desember 2016. [Online]. Available: https://www.balairungpress.com/2016/12/prelude-konflik-km-ugm-terkini/#_ftn1. |
[4] | BPPM Balairung UGM, “KM UGM Sarat Konflik,” 21 Desember 2016. [Online]. Available: https://www.balairungpress.com/2016/12/km-ugm-sarat-konflik/. |